TUGAS MATA KULIAH UMUM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
LAPORAN AKHIR CERAMAH
Oleh
Devi Puspita
Amartha Yahya
1514121100
20
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
MUQADDIMAH
اَلْحَمْدُ ِللهِ الْمَلِكِ
الْحَقِّ الْمُبِيْنِ، الَّذِي حَبَانَا بِالْإِيْمَانِ واليقينِ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّد،ٍ خَاتَمِ الأَنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِين، وَعَلَى
آلِهِ الطَّيِّبِيِن، وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ أَجْمَعِين، وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ
Artinya : Segala puji bagi Allah, al-Malik Al-Haqq,
Al-Mubin, yang memberikan kita nn.nyiman dan keyakinan. Ya Allah, limpahkan
shalawat pada pemimpin kami nn.nyMuhammad, penutup para nabi dan rasul, dan
begitu pula pada keluarganya nn.nyyang baik, kepada para sahabat piluhan, dan
yang mengikuti mereka dengan nn.nypenuh ihsan hingga hari kiamat.
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ
اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Artinya : Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan
meminta pertolongan, nn.nypengampunan, dan petunjuk-Nya. Kita berlindung kepada
Allah dari nn.nykejahatan diri kita dan keburukan amal kita. Barang
siapa mendapat dari nn.nypetunjuk Allah maka tidak akan ada yang menyesatkannya,
dan barang nn.nysiapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya
baginya. Aku nn.nybersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa
Muhammad adalah nn.nyhamba dan Rasul-Nya. Ya Allah, semoga doa dan keselamatan
tercurah nn.nypada Muhammad dan keluarganya, dan sahabat dan siapa saja
yang nn.nymendapat petunjuk hingga hari kiamat.
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ
الأزْمَانِ وَالآنَاءِ، فَلا ابْتِدَاءَ لوجوده ولا انتهاءَ، يستوي بعلمه السرُّ
والخفاءُ، اَللَّهُمَّ صَلِّيْ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتِمِ اْلأَنْبِيَاءِ
وَالْمَرْسَلِيْنَ وَعَلَي آلِهِ الطَّيِّبِيْنَ وَأَصْحَابِهِ اْلأَخْيَارِ
أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ.
Artinya : Segala puji bagi Allah, Tuhan segala tempat
dan segala zaman, tidak ada nn.nyawal dari wujud-Nya ataupun akhir keberadaan-Nya, dengan
ilmu-Nya nn.nysama baginya hal yang rahasia dan tersembunyi. Ya Allah
limpahkan nn.nyberkah dan keselamatan pada junjungan kami, Muhammad
penutup para nn.nyNabi dan rasul, dan kepada keluarga dan sahabat yang
terbaik seluruhnya.
DAFTAR
ISI
Muqaddimah
....................................................................................................... i
Daftar
Isi ............................................................................................................ ii
Ceramah
1 .......................................................................................................... 1
Ceramah
2 .......................................................................................................... 4
Ceramah
3 .......................................................................................................... 8
Ceramah
4 ........................................................................................................ 11
Ceramah
5 ........................................................................................................ 14
Ceramah
6 ........................................................................................................ 17
Ceramah
7 ........................................................................................................ 20
Ceramah
8 ........................................................................................................ 23
Ceramah
9 ........................................................................................................ 25
Ceramah
10 ...................................................................................................... 28
Lampiran
.......................................................................................................... 32
Tugas
Ceramah 1
Penceramah :
Dra. Hj. Yati Priyati dan Helda Rahmi Sina
Hari, tanggal, pukul :
Selasa, 8 September 2015, 05.00 – 06.00 WIB
Tempat :
Serambi Islam TVRI
Kategori :
Kuliah Subuh
Kemuliaan
Kaum Wanita Dalam Islam
Islam datang pada zaman yang pada saat itu orang-orang jahiliyah sangat
membenci dengan anak perempuan, sebagaimana yang di gambarkan oleh Allah
Subhanahu wa ta'ala dalam firmanNya:
"Dan apabila seseorang dari mereka diberi
kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajah mereka menjadi hitam (merah
padam) mukanya, dan ia sangat marah". (QS an-Nahl: 58).
Lalu kemudian mereka mendandani bayi tersebut lalu menguburnya hidup-hidup
tanpa dosa dan kesalahan, maka datang lah Islam mengharamkan perbuatan yang
sangat kejam tersebut kemudian mengajak para pemeluknya untuk mengangkat
kedudukan seorang wanita serta memuliakannya, Allah Ta'ala berfirman:
"Dan apabila bayi-bayi
perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa Apakah Dia dibunuh".
(QS at-Takwiir: 8-9).
Ketika agama Islam datang orang-orang jahiliyah tidak pernah memberi pada
wanita bagian dari warisan yang mereka tinggalkan, maka agama Islam
mengembalikan haknya kaum perempuan dengan memberikan hak yang mereka miliki,
dari warisan yang di tinggalkan oleh kedua orangtuanya baik sedikit maupun
banyak sesuai dengan harta peninggalannya. Allah Ta'ala berfirman:
"Bagi seorang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua
orangtua dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan kedua orangtua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bagian yang telah ditetapkan". (QS an-Nisaa: 7).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam juga sering mengingatkan dengan sabda-sabdanya agar umat Islam
menghargai dan memuliakan kaum wanita. Di antara sabdanya :
“Aku wasiatkan
kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.”(HR Muslim: 3729)
“Sebaik-baik
kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling
baik terhadap istriku.”(HR Tirmidzi 285)
Rasulullah pernah bersabda bahwa kebanyakan penghuni
neraka adalah wanita. Rasulullah juga mengisyaratkan banyaknya wanita muslimah
yang masuk surga. Bahkan, ada wanita-wanita muslimah yang bisa masuk surga dari
pintu manapun. Ya, wanita muslimah seperti Anda bebas mau masuk surga dari
pintu manapun, asalkan memenuhi 4 kriteria berikut ini.
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat
lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), menjaga kemaluannya
(dari perbuatan zina) dan taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita
tersebut, “Masuklah ke surga melalui pintu manapun yang engkau suka.” (HR.
Ahmad; shahih)
1. Menjaga shalat lima waktu
Kriteria pertama wanita bisa masuk
surga dari pintu manapun, setelah ia beriman kepada Allah, adalah menjaga
shalat lima waktu. Artinya ia selalu mengerjakan shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib,
Isya’ dan Subuh. Tidak pernah meninggalkan shalat-shalat tersebut kecuali di
saat-saat diharamkan shalat, yakni saat haidh dan nifas. Ia tidak malas
mengerjakannya, juga tidak menunda-nunda. Shalat demikian penting dan menempati
urutan pertama amal seseorang. Shalat juga menjadi barometer amal-amal lainnya.
“Amal yang
akan dihisab pertama kali dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat.
Jika baik shalatnya, baik pula seluruh amalnya. Jika buruk shalatnya, buruk
pula seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi)
2. Berpuasa di bulan Ramadhan
Kriteria
kedua wanita bisa masuk surga dari pintu manapun adalah puasa Ramadhan. Ia
berpuasa penuh di bulan yang mulia itu, kecuali pada hari-hari ia berhalangan
dan diharamkan berpuasa. Maka saat ia terhalang haid, ia menggantinya di bulan
lain selain Ramadhan. Pun saat ia udzur karena sakit, ia menggantinya di hari
lain. Sedangkan saat ia telah tua dan tidak mampu berpuasa, ia pun membayar
fidyah sebagai gantinya.
“Sesungguhnya
bagi orang-orang yang bertaqwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan
di sisi Rabbnya.” (QS. Al Qalam : 34)
Sedangkan
puasa Ramadhan, tujuannya adalah membentuk insan yang bertaqwa.
”Wahai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah
diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi bertaqwa.” (QS.
Al Baqarah : 183)
3. Menjauhi zina
Kriteria ketiga wanita bisa masuk
surga dari pintu manapun adalah menjaga kemaluannya dari zina. Artinya, bukah
hanya ia tidak berzina, tetapi ia juga menjauhi zina sebagaimana yang
diperintahkan oleh Allah.
“Dan janganlah kalian mendekati zina,
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji dan jalan yang buruk” (QS.Al
Isra’ : 32)
Wanita yang
ingin bisa masuk surga dari pintu manapun, ia tidak pernah berzina, ia tidak
pernah selingkuh, ia menjaga tata pergaulannya sesuai aturan Islam, hingga
terjagalah dirinya dari khalwat-ikhtilat dan hal-hal lain yang mendekati dan
dapat mengantarkan menuju zina.
4. Taat kepada suami
Kriteria
keempat wanita bisa masuk surga dari pintu manapun adalah, ia mentaati suaminya
dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syariat. Bagi wanita muslimah,
setelah ia menikah, maka orang pertama yang berhak ia taati adalah suaminya.
Bahkan melebihi ketaatan kepada orangtua. Khususnya ketika suaminya sejalan
dengan aturan agama.
Dalam hadis lain bahkan Nabi menyamakan seorang wanita
itu ibarat perhiasan dunia namun perhiasan yang baik itu adalah seorang wanita
yang salehah.
Dari Abu Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘Anhuma bahwa
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,“Dunia ini adalah
perhiasan/kesenangan dan sebaik-baik perhiasan/kesenangan dunia adalah wanita
salehah”(HR. Muslim,Nasai,Ibnu Majah)
Tugas
Ceramah 2
Penceramah :
Ust. Ahmad Zainuddin
Hari, tanggal, pukul :
Senin, 14 September 2015, 05.00 – 06.00 WIB
Tempat :
Rodja Radio
Kategori :
Kuliah Subuh
Orang Yang
Meremehkan Shalat Hukum
Kedudukan
Shalat dalam Islam.
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang
beriman.” (An-Nisaa’ :103)
“Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang
ruku’.” (QS. 2:43)
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam bersabda,
“Islam
dibangun atas 5 hal: Syahadat bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa
Muhammad adalah utusan Allah kemudian mendirikan shalat, menunai-kan zakat,
melaksanakan hajji ke Tanah Haram (Makkah) dan shaum di Bulan Ramadhan.” (H.R.
Bukhari dan Muslim)
Ayat-ayat dan hadits di atas
menun-jukkan tingginya posisi shalat dalam Islam dan sebagai salah satu
rukunnya yang terpenting setelah syahadatain. Shalat juga merupakan amal yang
paling afdhal setelah syahadatain, hal ini dikarenakan shalat adalah
satu-satunya ibadah yang paling lengkap dan paling indah yang mengumpulkan
berbagai macam bentuk ibadah. Shalat juga merupakan ibadah yang pertama kali
diperintahkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam kepada seorang
muslim.
Shalat lima waktu hukumnya fardhu
‘ain berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’. Allah memfardhukan shalat di
malam mi’raj dari langit ketujuh. Hal ini menunjukkan tingginya kedudukan dan
kewajiban shalat.
Hadits-hadits yang menjelaskan tentang shalat 5 waktu beserta bilangan roka’atnya dan semua sifat gerakannya, telah mencapai derajat mutawatir ma’nawi. Dan segala sesuatu yang dinukil secara mutawatir itu harus diterima oleh setiap muslim dan siapa pun yang menentang atau menolaknya, maka ia kafir.
Hadits-hadits yang menjelaskan tentang shalat 5 waktu beserta bilangan roka’atnya dan semua sifat gerakannya, telah mencapai derajat mutawatir ma’nawi. Dan segala sesuatu yang dinukil secara mutawatir itu harus diterima oleh setiap muslim dan siapa pun yang menentang atau menolaknya, maka ia kafir.
Rasulullah SAW bersabda:
“
Kepala kepada urusan ini, ialah Islam, barangsiapa masuk Islam selamat, adapun
tiang-tiangnya ialah solat dan puncaknya ialah jihad di jalan Allah.” (HR.
ath-Thabarani)
“Barangsiapa mengerjakan solat dengan solat
kami, menghadap ke arah kiblat kami dan memakan binatang sembelihan kami, maka
yang demikian menunjukkan beliau itu adalah seorang Muslim, yang mempunyai
tanggungjawab terhadap Allah dan Rasul-Nya.” (HR. al-Bukhari )
Mendirikan shalat
termasuk mendirikan agama, sedangkan meninggalkan shalat termasuk merobohkan
agama. Hal ini jelas tersurat dalam hadits Rasulullah saw:
“Shalat
adalah tiang agama, barangsiapa yang menegakkannya, maka ia telah menegakkan
agamanya dan barangsiapa yang merobohkannya, berarti ia telah merobohkan
agamanya” (HR Baihaqi)
Oleh Karena itu, shalat
merupakan hal yang sangat penting bagi seorang muslim, sebab shalat menjadi
tolok ukur kebaikan serta diterimanya amal. Dengan kata lain kalau ingin amalnya
menjadi baik maka pertama kali yang harus diperbaiki adalah shalat. Dalam hal
ini Rasulullah saw bersabda:
“Yang
pertama kali akan diperhitungkan (dihisab) dari seorang hamba pada hari kiamat
adalah shalat, jikalau shalatnya baik, maka baiklah seluruh amalnya, dan
apabila shalatnya rusak, maka rusaklah seluruh amalnya.” (Shahihul jami’)
Ibnu
Qayyim al-Jauziyah rahimahullah mengatakan:
“Kaum
muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah
dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh,
merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang
yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta
mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (ash-Shalah, hal. 7)
Kemudian juga dinukil
oleh adz-Dzahabi dalam al-Kaba’ir, bahwa Ibnu Hazm rahimahullah telah
berkata:
“Tidak
ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat
hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa
dibenarkan.” (al-Kaba’ir, hal. 25)
Adapun pendapat Adz-Dzahabi sendiri
adalah:
“Orang
yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan
yang meninggalkan shalat secara keseluruhan -meski satu shalat saja- dianggap seperti
orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya
termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai
berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya
orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk
orang mujrim (yang berbuat dosa).” (al-Kaba’ir, hal. 26-27)
Pendapat para ulama
tersebut di atas tentunya tidak lepas dari firman Allah swtdalam al-Qur’an
surat al-Ma’un ayat 4-5:
“Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya”
Lalai dalam shalat
maksudnya adalah shalat tidak tepat waktu, dalam artian ketika waktu sudah
habis, baru melakukan shalat. Demikian orang yang shalat tidak tepat waktu saja
diancam dengan kecelakaan, apalagi yang meninggalkan shalat. Rasulullah saw
bersabda:
”Barang
siapa yang sengaja meninggalkan shalat, maka Allah akan mencatat namanya pada
pintu neraka, yakni menjadi sebagian dari orang-orang yang akan masuk
neraka.” (HR Abu Nu’aim)
“Barang
siapa yang tidak menjaga shalat, maka kelak ia tidak akan memiliki nur,
pertanda dan keselamatan serta di hari kiamat akan dikumpulkan bersama Qarun,
Fir’aun, Hamman dan Ubaiy Bin Khalaf” (HR Ahmad)
Keempat nama orang yang
disebutkan Rasulullah ini meru-pakan manusia-manusia pembangkang terhadap
perintah Allah. Hal ini berarti jika kita tidak menjaga shalat, maka sama
artinya dengan membangkang terhadap perintah Allah. Oleh karenanya ciri orang
mukmin adalah shalat sedangkan ciri dari orang kafir adalah tidak melakukan
shalat. Rasulullah saw bersabda:
“Barang
siapa yang sengaja meninggalkan shalat, berarti ia telah kufur secara
terang-terangan” (HR Imam Thabrani)
“Diantara kufur dan iman adalah meninggalkan
shalat” (HR Tirmi-dzi)
“Barangsiapa yang telah mengerjakan shalat
tetapi shalatnya tidak mampu mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar, maka
tidaklah ditambah sesuatu kepadanya melainkan semakin jauh dari Allah.”
Hadits-hadits ini
merupakan ancaman yang sangat berat bagi seorang muslim yang tidak mau
benar-benar menjaga shalatnya. Padahal jika kita mau menjaga shalat kita dengan
baik, maka tentunya pahala yang telah disiapkan oleh Allah sangatlah luar biasa.
Hal ini tersirat dalam al-Qur’an surat al-Ma’aarij ayat 32—35 dijelaskan
sebagai berikut:
“Dan
orang-orang yang memelihara amanah-amanah dan janjinya. Dan orang-orang yang
memberikan kesaksiannya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itu
di syurga lagi dimuliakan.”
Tugas
Ceramah 3
Penceramah :
Ust. Taufiqurrahman
Hari, tanggal, pukul :
Senin, 21 September 2015, 05.00 – 06.00 WIB
Tempat :
Serambi Islam TVRI
Kategori :
Kuliah Subuh
Akhlak Anak Kepada
Orang Tua
Berbakti (Al
Birr) adalah kata yang mencakup kebaikan dunia dan akhirat, berbakti kepada
kedua orang tua adalah dengan berbaik kepada keduanya, memenuhi hak-hak
keduanya, dan mentaati keduanya. Allah SWT Berfirman dalam Surat Al-Isra ayat
23 :
“ Dan berbuat
baiklah kepada kedua orang tua “
Hal ini
menunjukan bahwa akhlak menghormati orang tua adalah suatu hal yang sangat
penting yang dianjurkan oleh Rosulullah kepada Umatnya.Adapun akhlak anak
terhadap orang tua adalah sebagai berikut : Sayangilah, cintailah, hormatilah,
patuhlah kepadanya rendahkan dirimu, sopanlah kepadanya. Ketahuilah bahwa kita
hidup bersama orang tua merupakan nikmat yang luar biasa, kalau orang tua kita
meninggal alangkah sedihnya hati kita karena tidak ada yang dipandang lagi.
Allah SWT telah
memerintahkan supaya kita jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kita berbuat
baik pada Ibu Bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"
dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. Allah SWT Berfirman dalam Surat Al-Isra ayat 23:
“Maka
janganlah Kamu mengatakan ah kepada orang tua dan janganlah membentaknya dan
ucapkanlah kepada keduanya dengan perkataan yang baik”.
Kita juga
diperintahkan oleh Allah SWT untuk merendahkanlah diri terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:
"Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik
aku waktu kecil".(QS Al-Isra : 24)
Keutamaan berbakti kepada orang tua
Rosulullah SAW Bersabda :
“Dari
Abdullah Bin Mas’ud berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah: “Amalan apakah
yang dicintai oleh Allah” Beliau menjawab: “Sholat pada waktunya. Aku bertanya
lagi: “Kemudian apa” Beliau menjawab: “Berbakti kepada kedua orang tua”. Aku
bertanya lagi: “Kemudian apa” Beliau menjawab: “Jihad dijalan Allah”. (HR.
Al-Bukhari dan Muslim).
Dari Hadits
tersebut bisa disimpulkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua itu merupakan
amal perbuatan yang paling dicintai oleh Allah SAW.
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu” (QS.Luqman:14)
Cara Berbuat
baik kepada Orang Tua yang masih Hidup
Agama Islam
mengajarkan dan mewajibkan kita sebagai anak untuk berbakti dan taat kepada
ibu-bapak. Taat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap dan
perbuatan yang terpuji, ada banyak cara untuk berbakti dan bersikap sopan
santun kepada orang tua, diantaranya adalah:
a.
Mentaatinya dalam hal yang ma'ruf
b.
Mengikuti kemauan keduanya selama tidak bermaksiat
kepada Allah
c.
Berinfak kepada keduanya jika keduanya membutuhkannya
d.
Tidak menghina keduanya
e.
Meminta kerelaan orang tua ketika
akan berbuat sesuatu
f.
Berkata halus dan mulia kepada ibu dan ayah
Berbakti
kepada orangtua tidak hanya kita lakukan ketika orang tua masih hidup, berbakti
kepada orang tua juga dapat kita lakukan meski orang tua telah meninggal. Rosulullah SAW Bersabda:
”Seseorang
bertanya kepada Rasulullah: wahai Rasulullah, apakah ada sisa kebajikan setelah
keduanya meninggal dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan kepada kedua
orang tuaku?Rasulullah bersabda: ”ya, mendoakan dan memintakan ampun untuk
keduanya, melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman kedua orang tua,
dan bersilaturrahim yang engkau tiada mendapatkan kasih sayang kecuali karena
kedua orang tua.”
Beberapa hal
yang dapat kita lakukan untuk berbakti kepada orang tua yang telah meninggal
adalah sebagai berikut:
a. Merawat
Jenazahnya dengan memandikan, menshalatkan dan menguburkanya.
b. Melaksanakan
wasiat dan menyelesaikan hak Adam yang ditinggalkannya.
c. Menyambung
tali silaturahmi kepada kerabat dan teman –teman dekatnya atau Memuliakan
teman-teman kedua orang tua.
d. Melanjutkan
cita-cita luhur yang dirintisnya atau menepati janji kedua ibu bapak.
e.
Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan meminta
ampun kepada Allah dari segala dosa orang tua kita.
Karena orang
tua merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan setiap manusia, tentu
akan terdapat akibat-akibat jika kita mendurhakai orang tua.
Beberapa hal
yang merupakan akibat dari mendurhakai orang tua adalah:
1. Anak-anak yang mendurhakai orangtuanya akan di
kutuk oleh Allah
Sesuai dengan sabda Rasul yang
artinya:
“Barang
siapa yang membuat ibu bapaknya marah , maka berarti membuat Allah marah
kepadanya” (H.R Bukhari)
Dan ada juga hadits Rasul yang
menyatakan :
“Ridha Allah
di dalam keridhaan kedua orang tua, dan murka Allah di dalam murka kedua
orangtuanya” (H.R Turmudzi)
2. Disegerakan siksanya di dunia ini.
Sesuai dengan sabda Rasul yang
artinya:
“Semua dosa
itu, siksanya akan di tangguhkan Allah sesuka-Nya, kecuali dosa karena dosa
kepada orang tua, maka sesungguhnya Allah akan menyegerakannya dalam hidup di
dunia ini sebelum meninggal dunia” (H.R Hakim)
Terdapat juga riwayat rasul yang
mengatakan:
“Ada 2 dosa
yang disegerakan hukumannya di dunia ini, yaitu zina dan durhaka kepada kedua
orangtua”.
Tugas
Ceramah 4
Penceramah :
Ust. Aisyah Chotib dan Ust. Nurjanah Huriwani
Hari, tanggal, pukul :
Senin, 29 September 2015, 05.00 – 06.00 WIB
Tempat :
Serambi Islam TVRI
Kategori :
Kuliah Subuh
Muamalah Dengan
Asisten Rumah Tangga
Pembantu
rumah tangga adalah seseorang yang dipekerjakan untuk membantu mengurusi segala
pekerjaan di dalam rumah tangga, mulai dari membersihkan rumah, mencuci
pakaian, membersihkan pekarangan, dan sebagainya. Namun kenyataannya, masih
banyak para pembantu rumah tangga yang tidak diperlakukan dengan baik oleh
majiannya, posisi mereka sebagai seseorang yang berada dalam kelompok pekerja
kasar sering tidak dihargai oleh majikannya. Mengingat peran mereka yang begitu
penting seharusnya para majikan dapat memahami serta menghargai jerih payah
mereka.
Pola
hubungan antara tuan dan pembantunya itu diatur sedemikian rupa dalam Islam. Hal
itu salah satu tujuannya ialah untuk menghindari terjadinya pelanggaran hak dan
tidak terlaksananya kewajiban. Sikap yang diteladankan Rasulullah saat
memperlakukan pembantunya pada dasarnya menjadi gambaran umum tentang pola
ideal antara majikan dan pembantu.
Beberapa
hal penting yang ditekankan Islam terkait etika mempekerjakan pembantu
terangkum dalam beberapa poin utama berikut, yaitu, yang pertama, berperilaku
baik dan wajar kepada para pembantu. Mereka
sama halnya manusia lainnya, yang memiliki rasa dan hak untuk diperlakukan laik
dan pantas. Dalam hadis riwayat Bukhari yang mengisahkan perihal sikap
Rasulullah terhadap Anas bin Malik adalah acuan mendasar yang harus dijadikan
pedoman bagi para majikan.
Kedua,
bayarlah gaji pembantu sesuai dengan kesepakatan awal. Lebih baiknya,
kesepakatan tersebut tercatat rapi dalam sebuah dokumen. Sebagai arsip, cara ini
akan lebih memudahkan bila suatu saat terjadi masalah. Sebab, pembayaran gaji
yang tidak sama dengan perjanjian awal dianggap sebagai kezaliman yang besar.
Dalam sebuah riwayat Bukhari, Rasulullah bersabda,
“Allah
SWT berfirman, Ada tiga kategori golongan yang Aku menentangnya (kelak) di hari
kiamat: lelaki yang berinfak kemudian ditarik kembali, lelaki yang menjual
orang merdeka lalu memakan uangnya, dan orang yang mempekerjakan pekerja dan
telah mendapatkan hasilnya, tetapi tidak memberikan upah.”
Termasuk dalam
poin ini ialah hendaknya membayar upah pembantu tepat waktu dan tidak
menundanya selama ia mampu.
Seorang majikan
yang mampu lantas tidak menunaikan kewajibannya, maka tindakan itu
dikategorikan sebagai perbuatan zalim. “Penundaan (membayar utang) orang
yang kaya adalah zalim.”
Riwayat lain dari
Abdullah bin Umar menganjurkan agar menyegerakan pembayaran upah para pembantu.
Disebutkan, permisalan jangka pembayarannya ialah sebelum keringat pekerja yang
bersangkutan mengering.
Ketiga, tidak
memberikan beban pekerjaan yang melampaui batas kemampuan mereka. Jangan sampai
hal ini disepelekan. Membebani pembantu dengan tugas yang berat bisa menyakiti
mereka. Perlakukanlah mereka seperti bagian dari keluarga
sendiri.
Rasulullah mewanti-wanti agar hal itu dilakukan.Dalam hadis riwayat Bukhari
dijelaskan,
“Barang siapa
yang saudaranya berada di bawah perintahnya (bekerja untuknya), maka berikan
makanan yang sama dengan yang ia makan, pakaian yang ia kenakan, dan hendaknya
tidak memberikan tugas di luar batas kewajaran yang lantas dapat menyebabkan
sakit.
Keempat, tidak
berlaku kasar terhadap pembantu, apalagi menganiaya mereka dengan pukulan,
tamparan, ataupun bentuk penganiayaan lainnya. Termasuk, menyakiti mereka
dengan perkataan-perkataan hina yang merendahkan dan mencibir kehormatan
mereka.
Diriwayatkan dari
Abu Masud Al Badari RA, ia berkisah suatu saat ia pernah mencambuk pembantunya
dengan cambuk. Ia mendengar seseorang berbicara dan menegurnya dari belakang.
Awalnya, ia tak
mengerti apa yang dimaksud lelaki tersebut. Betapa kagetnya bahwa sosok
tersebut ialah Rasulullah SAW yang lantas bersabda, ”Ketahuilah Abu Masud,
Allah mencatat segala tindakanmu atas pembantu ini.” Sejak peristiwa itu,
Abu Masud tidak pernah sekali pun memukul pembantunya.
Pantaslah bila
Anas bin Malik RA mengaku, selama
kurang lebih sepuluh tahun mengabdi, ia tidak pernah mendapati Rasulullah
mengumpat, menyalah-nyalahkan pekerjaannya yang ia lakukan.
Dalam kurun waktu
itu pula, yang ia dapati justru penghormatan dan perlakuan baik dari Nabi
beserta keluarga. Rasulullah
juga tidak pernah menjadikan profesi yang dilakoni Anas bin Malik sebagai
status sosial lalu mendiskriminasi mereka berada di level sosial paling bawah.
Tugas
Ceramah 5
Penceramah :
Ust. Syamsuddin Nur
Hari, tanggal, pukul :
Jumat, 2 Oktober 2015, 05.30 – 06.00 WIB
Tempat :
Islam Itu Indah Trans TV
Kategori : Kuliah Subuh
Rejeki Mampet
Di bumi ini, Allah sudah menyediakan rezeki yang
berlimpah untuk setiap makhluknya, tinggal kita yang harus berusaha untuk
menjemputnya. Rezeki juga bukan hanya selalu berbentuk uang, tapi juga ilmu,
kesehatan, ketentraman jiwa, pasangan hidup, keturunan, nama baik, persaudaraan
bahkan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Meski begitu, terkadang juga
kita merasa rezeki kita tidak lancar meskipun kita sudah berusaha untuk
menjemputnya. Rasanya selalu ada saja halangan yang membuat kita kehilangan
kesempatan yang seharusnya bisa kita dapatkan. Gagal dalam bisnis, dipecat,
hati tidak tentram, dan masih banyak lagi persoalan yang membuat manusia
merasa pintu rezeki rasanya
begitu tertutup.
1.
Lepasnya ketawakalan hati
Sesungguhnya
Allah akan sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Kunci dari kesuksesan adalah
usaha dan do’a. Maka, teruslah tawakkal dan percaya kepada Allah bahwa usaha
kita pada akhirnya akan membuahkan hasil. Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman:
“Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Demikian janji Allah.”
(Ath-Thalaaq: 3)
2.
Dosa dan maksiat yang dilakukan
Rasulullah
Sallahu ‘Alaihi wa Salam Bersabda:
“Sesungguhnya seseorang terjauh dari rezeki
disebabkan oleh perbuatan dosanya.” (HR Ahmad.)
Sudah
menjadi tugas kita sebagai hamba untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya. Maka bertaubatlah, karena Allah Maha Pengasih dan Maha Pemberi
Ampun.
3.
Maksiat saat mencari nafkah
Lindungi diri kita setiap hari dari maksiat yang
mungkin kita lakukan dalam pekerjaan sehingga membuat pekerjaan kita menjadi
tidak halal. Misalnya korupsi (waktu atau uang) meski dalam jumlah yang
sedikit, memanipulasi timbangan, praktik mark up dan maksiat kecil lainnya yang
tidak terasa.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah
menyampaikan ancaman terhadap orang-orang yang memakan harta yang haram. Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya
tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih
pantas untuknya". (HR Ahmad dan Ad Darimi).
Di dalam Al Qur’an, Allah marah terhadap orang-orang
Yahudi, karena sifat mereka yang suka memakan harta haram. Allah berfirman:
"Mereka
itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, (lagi) banyak memakan
yang haram". (Al Maidah:42).
"Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka
menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi".
(Muthaffifiin:1-3).
4.
Lupa ibadah
Menumpuknya pekerjaan terkadang membuat kita menunda
waktu shalat atau bahkan meninggalkannya, lupa untuk menghadap sebentar pada
Dia yang memberi rezeki. Jadikan ibadah sebagai tanda syukur atas rezeki yang
sudah didapat saat ini, karena sesungguhnya Allah akan memberi lebih kepada
mereka yang bersyukur.
"Suatu ketika Nabi SAW dan para sahabat melihat
ada seorang laki-laki yang sangat rajin dan ulet dalam bekerja, seorang sahabat
berkomentar: "Wahai Rasulullah, andai saja keuletannya itu dipergunakannya
dijalan Allah.” Rasulullah saw menjawab: “Apabila dia keluar mencari rezeki
karena anaknya yang masih kecil, maka dia dijalan Allah. Apabila dia keluar
mencari rejeki karena kedua orang tuanya yang sudah renta, maka dia dijalan
Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena dirinya sendiri supaya terjaga
harga dirinya, maka dia dijalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena
riya’ dan kesombongan, maka dia di jalan setan.” (Al-Mundziri, At-Targhîb wa At-Tarhîb)
5.
Tidak bersedekah
Allah
Subhanahu wa Ta’ala Berfirman:
“Sedekah bagaikan sebutir benih menumbuhkan
tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya,
Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat” (QS Al
Baqarah: 261)
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang
sempurna) sehingga kamu menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara
kamu ada yang kikir dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir
terhadap diri sendiri. Dan Allah lah yang Maha Kaya sedangkan kamu orang-orang
yang membutuhkan-Nya.” (QS.Muhammad :38)
Tugas
Ceramah 6
Penceramah :
Ust. Aa Gym
Hari, tanggal, pukul :
Jumat, 12 Oktober 2015, 05.30 – 06.00 WIB
Tempat :
Serambi Islam TVRI
Kategori : Kuliah Subuh
Meneladani Akhlak Rasulullah SAW
Sikap dan tindakan
Rasulullah Saw ketika berinteraksi dan berjuang menyampaikan risalah Islam
selalu menjadi bahan renungan dan teladan umat manusia dewasa ini. Karena
keluhuran budi pekertinya, tak heran bila Rasulullah Saw menjadi sosok yang
disegani, baik oleh kawan maupun lawan. Rasulullah Saw adalah figur teladan
abadi sepanjang zaman. Kewibawaan dan sikap-sikap pribadinya telah dicatat
dalam berbagai buku sejarah kehidupan beliau (sirah nabawiyah).
Bangsa Arab pun
memberikan gelar kepercayaan tinggi kepada beliau sebagai orang muda yang jujur
dapat dipercaya (Al-Amīn). Sehingga Allah sendiri
menganugerahinya dengan julukan pemilik Akhlak yang agung (Ibn Hisyām, 1981):
“Dan sesungguhnya engkau
Muhammad benar-benar berbudi pekerti (akhlak) yang agung” (Q.S. Al-Qalam : 4).
“Sesungguhnya
telah datang kepada kalian seorang rasul dari dirimu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan kebaikan untukmu, pemaaf dan
penyayang kepada orang-orang mukmin.” ( QS.Al-Taubah : 9)
Surat
al-Taubah ayat 9 ini berbicara tentang beberapa sifat Nabi yang patut
diteladani oleh setiap umatnya. Sifat yang pertama, beliau ikut menderita
bersama penderitaan umat, berat terasa olehnya penderitaanmu. Terhadap umatnya,
Rasulullah ibarat seorang ibu yang sedang mengasuh anak-anaknya. Hati beliau
akan sangat sedih sekali melihat umatnya menderita, sakit atau tertimpa
musibah. Beliau bahkan lebih menderita daripada seorang ibu yang melihat
anaknya menderita penyakit.
Hal
ini berkaitan dengan firman Allah swt. dalam Surah An-Nisa' ayat 8 berikut.
"Dan apabila
sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang
miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang baik. (Q.S. An-Nisa’ [4] : 8)
Rasulullah
saw. bersabda:
"Seorang mukmin
terhadap mukmin lainnya adalah laksana bangunan yang saling menguatkan bagian
satu dengan bagian yang lainnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Sifat yang kedua,
sangat mengharap kebaikan sebanyak-banyaknya untuk umat muslim, sangat menginginkan
kebaikan untukmu. Artinya, Rasulullah ikut bergembira dengan kegembiraan yang
dirasakan oleh salah seorang umatnya. Tak ada rasa iri ataupun keinginan agar
nikmat yang dimiliki seseorang hilang dari dirinya. Meski terdengar cukup
sederhana, sifat ini hanya bisa terdapat pada diri orang yang hatinya bersih
dari dengki, iri dan sifat-sifat tercela lainnya. Jika para pemimpin rakyat
memiliki sifat ini, tentu rakyat akan hidup dalam kemakmuran.
Sifat berikutnya adalah
sangat pemaaf dan penuh kasih sayang kepada orang-orang yang beriman. Dalam
ayat yang lain, Allah mengilustrasikan masayarakat muslim di masa Nabi dengan
ucapan, “sangat tegas kepada orang-orang kafir, saling kasih sayang sesama
mereka.” Dan Rasulullah adalah orang pertama yang mencontohkan hal itu kepada
mereka. Sebagai umatnya, kita diharuskan untuk meneladani sifat-sifat dan
akhlak mulia ini semaksimal mungkin. Rasulullah saw pernah bersabda,
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat dengan aku pada
hari akhir kelak adalah yang termulia akhlaknya.”
Allah Azza wa Jalla
berfirman :
“Janganlah
orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah
bahwa mereka tidak akan mem beri (bantuan) kepada kaum kerabat (nya),
orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah.
Hendaklah mereka memaafkan dan berla pang dada. Apakah ka mu tidak ingin agar
Allah meng ampunimu? Sesungguhnya, Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS An-Nur : 22)
Dalam ayat lain, Allah
Azza wa Jalla berfirman:
“Jadilah
engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan perbuatan baik, serta berpisahlah
dari orang-orang yang bodoh. (Al-A’raf :199)”
“Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah, kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali Imran
:159)
Bahkan sifat ini
termasuk ciri hamba Allah Azza wa Jalla yang bertakwa kepada-Nya, sebagaimana
firman-Nya.
“(Orang-orang
yang bertakwa adalah) mereka yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang
maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya serta (mudah) memaafkan
(kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.” (Ali-Imran :134)
Tugas
Ceramah 7
Penceramah :
Ust. Badrusalam
Hari, tanggal, pukul :
Sabtu, 17 Oktober 2015, 05.00 – 06.00 WIB
Tempat :
Radio Rodja 756 AM
Kategori : Kuliah Subuh
Durhaka
Keberadaan orang tua
terutama ibu, tanpa menafikan bapak adalah sangat berharga dalam kehidupan
kita, ia telah mengandung, melahirkan, menyusui dan membesarkannya dengan susah
payah. Oleh karena posisi sang ibu yang demikian berharga ini kepada orang tua
akan mendapat dosa yang amat besar. Saking strategisnya itulah sehingga Allah
menggantungkan ridho-Nya kepada orang tuanya. Firman Allah Ta'ala:
"Dan kami perintahkan kepada manusia supaya
berbuat baik kepada ibu-bapanya, ibunya telah mengandung dia dengan susah-payah
dan melahirkannya dengan susah-payah pula; mengandung dan menyusuinya selama 30
bulan." (al-Ahqaf: 16)
Diriwayatkan:
"Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi
dan bertanya: Siapakah manusia yang lebih berhak saya kawani dengan baik? Ia
menjawab: Ibumu! Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Ia menjawab: Ibumu! Dia
bertanya lagi: Kemudian siapa lagi? Ia menjawab: Ibumu! Dia bertanya lagi:
Kemudian siapa lagi? Ia menjawab: Ayahmu!" (HR. Bukhari dan Muslim)
"Semua dosa akan ditangguhkan Allah sampai nanti
hari kiamat apa saja yang Dia kehendaki, kecuali durhaka kepada dua orang tua,
maka sesungguhnya Allah akan menyegerakan kepada pelakunya dalam hidupnya (di
dunia) sebelum meninggal." (HR. Hakim)
Allah
memperkuat pesannya untuk berbuat baik kepada dua orang tua ini, ketika kedua
orang tua tersebut telah mencapai umur lanjut, kekuatannya sudah mulai menurun,
mereka sudah mulai sangat membutuhkan pertolongan dan dijaganya perasaannya
yang mudah tersinggung itu. Dalam hal ini Allah berfirman sebagai berikut:
"Tuhanmu telah memerintahkan hendaklah kamu tidak
berbakti kecuali kepadaNya dan berbuat baik kepada dua orang tua, jika salah
satu di antara mereka atau keduanya sudah sampai umur tua dan berada dalam
pemeliharaanmu, maka janganlah kamu katakan kepada mereka itu kata-kata 'uff'
(kalimat yang tidak menyenangkan hati), dan jangan kamu bentak mereka, tetapi
katakanlah kepada mereka berdua kata-kata yang mulia. Dan rendahkanlah terhadap
mereka berdua sayap kerendahan karena kasih, dan doakanlah kepada Tuhanmu: Ya
Tuhanku! Berilah rahmat mereka itu, sebagaimana mereka telah memeliharaku di
waktu aku masih kecil." (al-Isra':
23-24)
Bahaya-bahaya durhaka,
azab dan dosa durhaka terhadap orang tua.
1.
Haram masuk surga.
“Ada tiga jenis orang yang
diharamkan Allah masuk surga, yaitu pemabuk berat, pendurhaka terhadap
kedua orang tua, dan seorang dayyuts (merelakan kejahatan berlaku dalam
keluargannya, merelakan istri dan anak perempuan selingkuh)” . (H.R.
Nasa’i dan Ahmad).
2.
Dimurkai Allah swt
“Keridhaan Allah tergantung
keridhaan orang tua, dan murka Allah pun tergantung pada murka kedua orang
tua”. (H.R. al-Hakim).
3.
Allah tidak menerima shalatnya
“Allah tidak akan menerima shalat
orang dibenci kedua orang tuannya yang tidak menganiaya kepadannya”. (H.R.
Abu al-Hasan bin Makruf)
“Ada tiga golongan yang Allah tidak
menerima (amal kebajikannya) dari yang sunnah maupun yang fardhu, yaitu durhaka
kepada orang tua, orang yang suka mengungkit-ungkit kebaikannya, dan orang yang
mendustakan takdir”. (H.R. Thabrani).
4.
Dipecat sebagai pengikut nabi SAW
“Bukan
termasuk dari golongan kami orang yang diperluas rezekinnya oleh Allah lalu ia
kikir dalam menafkahi keluargannya”. (H.R. ad-Dailamy)
5.
Mendapat “gelar” kafir.
“Jangan membenci kedua orang tuamu.
Barang siapa mengabaikan kedua orang tua, maka dia kafir”. (H.R. Muslim).
6.
Balasan azab dengan segera didunia.
Al-hakim
dan al-Ashbahani, dari abu bakrah r.a. dari Nabi Saw, beliau bersabda,
“Setiap dosa akan diakhirkan oleh
Allah sekehendak-Nya sampai hari kiamat, kecuali dosa mendurhakai kedua orang
tua. sesungguhnya Allah akan menyegerakan (balasan) kepada pelakunnya didalam
hidupnya sebelum mati”.
7.
Tidak Diampuni Dosannya.
Dari
Aisyah r.a. ia berkata, Rasulullah Saw. Bersabda,
“Dikatakan kepada orang yang
durhaka kepada kedua orang tua, “berbuatlah sekehendakmu, sesungguhnya Aku
tidak akan mengampuni. “Dan dikatakan kepada orang yang berbakti kepada orang
tua, perbuatlah sekehendakmu, sesungguhnya Aku mengambunimu.” (H.R. Abu
Nu’aim).
8.
Membatalkan Seluruh Amal.
“Ada tiga hal yang menyebabkan
terhapusnya seluruh amal, yaitu (a) syirik kepada Allah, (b) durhaka kepada
orang tua, (c) seorang alim yang dipermainkan oleh orang dungu dan
jahil”. (H.R. Thabrani).
9.
Haram mencium aroma surga.
Bau
surga yang radiusnya sejauh 1000 tahun perjalanan itu tak bisa dirasakan oleh
orang durhaka. Benar2 dahsyat.
“Sesunguhnya aroma surga itu
tercium dari jarak perjalanan seribu tahun, dan demi Allah tidak akan mendapatinnya
barang siapa yang durhaka dan memutuskan silaturahim”. (H.R.Thabrani).
10.
Terputus rezekinya.
“Apabila seseorang tidak
meninggalkan doa bagi kedua orang tuannya, maka akan terputus
rezekinya”. (H.R. ad-Dailamy).
Seseorang
yang Tidak mendoakan kedua orang tuanya termasuk kategori orang yang durhaka
terhadap orang tuannya. Oleh karena itu, orang tua wajib mendapatkan doa dari
anaknya.
11.
Orang yg mendapat Kerugian besar.
“Sungguh kecewa dan hina, sungguh
kecewa dan hina, sungguh kecewa dan hina orang yang mendapati atau salah
satunnya sampai tua, lantas ia tidak dapat masuk surga”. (H.R. Muslim).
12.
Dibenci Allah.
“Barang siapa ridha kepada kedua
orang tuannya, berarti ia ridha kepada Allah. Dan barang siapa membenci kedua
orang tua, sungguh dia membenci Allah”. (H.R. Ibnu an-Najjar).
Tugas
Ceramah 8
Penceramah :
Ust. Ahmad Zainuddin
Hari, tanggal, pukul :
Senin, 26 Oktober 2015, 05.00 – 06.00 WIB
Tempat :
Radio Rodja 756 AM
Kategori : Kuliah Subuh
Hakikat Bersyukur
Allah lah yang telah mengkaruniakan
kepada kita seluruh kenikmatan yang kita rasakan di dunia ini. Allah memberikan
kepada kita rizki, dengannya kita dapat makan dan minum. Allah mengaruniakan
kepada kita pakaian, dengannya kita dapat menutup aurat dan berhias. Allah
menganugerahkan kepada kita tempat tinggal, di dalamnya kita dapat beristirahat
dengan nyaman. Allah memberikan kepada kita kendaraan, dengannya kita dapat
bepergian. Allah juga mengkaruniakan kepada kita jasad yang sehat, dengannya
kita dapat beraktivitas. Allah juga menempatkan kita di negeri yang aman, damai
dan sentosa.
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rizki
yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika
benar-benar hanya kepadaNya kamu menyembah.” (QS. Al Baqarah: 172).
“Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu
adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain
Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; maka mintalah rezki itu di
sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada- Nyalah
kamu akan dikembalikan.” (QS. Al Ankabut : 17).
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat
(pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152).
Syukur
artinya memuji Dzat yang memberikan nikmat atas hal yang baik yang telah Dia
karuniakan kepadamu. Para Ulama menyebutkan
bahwa rukun syukur ada tiga, yaitu Al-I'tiraf, At-Tahaddus, Dan At-Ta'ah.
1.
Al-i'tiraf
Pengakuan bahwa segala nikmat dari Allah adalah suatu prinsip yang sangat
penting, karena sikap ini muncul dari ketawadhuan seseorang. Sebaliknya, jika
seseorang tidak mengakui nikmat itu bersumber dari Allah, merekalah orang orang
Takabur. Tiada daya dan kekuatan kecuali bersumber dari Allah saja.
''Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah dan Allah Dialah yang
Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.''(Q.S Al-fatir : 15)
I'tiraf adalah suatu bentuk pengakuan yang tulus dari orang orang beriman
bahwa Allah itu ada, berkehendak dan kekuasaannya meliputi langit dan bumi.
Semua makhluk Allah tidak ada yang dapat lepas dari iradah (kehendak) dan
qudrah (kekuasaan) Allah.
2. At-tahaddus
''Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.(Q.S Ad-Dhuha : 11)
Orang beriman minimal mengucapkan hamdalah (Alhamdulillah) ketika mendapat
kenikmatan sebagai refleksi syukur kepada Allah. Demikianlah betapa pentingnya
hamdalah, dan Allah mengajari pada hamba-Nya dengan mengulang ulang ungkapan
Alhamdulillah dalam Al Quran ketika mengawali ayat ayat-Nya
3. At-ta'ah
Allah menyebutkan bahwa para nabi adalah hamba hamba Allah yang paling
bersyukur dengan melaksanakan puncak ketaatan dan pengorbanan. Dan contoh
contoh tersebut sangat tampak pada lima rasul utama : Nabi Nuh, Nabi Ibrahim,
Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad. Allah menyebutkan tentang Nuh.
''Sesungguhnya Dia (Nuh) adalah hamba
(Allah) yang banyakbersyukur.” (Q.S. Al-Isra : 3)
Dan lihatlah bagaimana Aisyah menceritakan tentang ketaatan Rasulullah.
Suatu saat Rasulullah melakukan salat malam sehingga kakinya terpecah pecah.
Berkata Aisyah,''Engkau melakukan ini, padahal Allah telah mengampuni dosa yang
lalu dan yang akan datang.''Berkata Rasulullah, ''Tidak bolehkah aku menjadi
hamba yang bersyukur?''(H.R Muslim)
Tugas
Ceramah 9
Penceramah :
Ust. Kosiatun
Hari, tanggal, pukul :
Jumat, 30 Oktober 2015, 15.00 – 16.00 WIB
Tempat :
Masjid Baitul Hakiem
Kategori : Liqo’
Pemahaman Tentang Agama
Ada 3 hal penting yang sering
disebut diperlukan oleh setiap seorang Mukmin yaitu iman, ilmu dan amal. Ketiga
hal tersebut saling berkaitan dan harus dimiliki untuk kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat. Untuk dapat beramal dengan benar, maka seseorang harus
memiliki ilmu. Beramal tanpa ilmu akan menimbulkan banyak kerusakan. Sebagai
contoh, seseorang yang tidak mengetahui hakikat puasa, maka dia berpuasa hanya
menahan haus dan lapar saja, tidak menahan ucapan atau perbuatan keji yang
dapat merusak ibadah puasa. Umar bin Abdul Aziz pernah berkata:
“Barang
siapa yang beramal tanpa didasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak
daripada mashlahatnya” (Sirah wa manaqibu Umar bin Abdul Azis, oleh Ibnul
Jauzi).
Orang yang ikhlas
beramal, tetapi tidak memiliki pemahaman yang benar dapat merusak amalannya dan
bahkan dapat memberikan madhorot kepada orang lain. Rasulullah SAW pernah
menyampaikan bahwa adalah orang yang sesat padahal mereka melaksanakan sholat,
puasa, dan amalan lainnya yang sangat banyak. Rasulullah SAW bersabda,
“(Ada
sekelompok kaum), mereka menganggap sholat yang dilakukan oleh kamu sangat
kecil bila dibandingkan sholat mereka, dan puasanya dianggap lebih rendah dari
puasa mereka. Mereka membaca Al Quran, tetapi tidak melampaui kerongkongan
mereka.” (Fathul Bari 6/714).
Imam Ibnu Taimiyah
berkata: “Meskipun sholat, puasa dan tilawah Quran mereka banyak, namun
mereka keluar dari kelompok ahlus Sunah wal Jamaah. Mereka adalah kaum ahi
ibadah, wara’ dan zuhud, tetapi itu semua tidak didasari dengan ilmu.”
Maksudnya mereka
beribadah dan membaca Al Quran, tetapi amalan tersebut dilaksanakan hanya
sebagai rutinitas, tanpa pemahaman terhadap apa yang dilakukan. Mereka memahami
ibadah itu suatu perintah yang harus dilaksanakan tanpa memahami hikmah
dibaliknya.
Terkadang pelaksanaan
ibadah dibuat untuk rutinitas saja. Ada pelaksanaan sholat Jumat berjamaah
dengan khutbah yang berisi nasihat dari beberapa ayat Quran dan doa yang sudah
tertulis pada beberapa lembar kertas. Dan cara ini sudah dilakukan
bertahun-tahun. Tentu saja sangat disayangkan jamaah yang sholat Jumat di
masjid tersebut. Tidak ada nasehat atau taujih yang dapat dipahami dan amal
yang dapat dilaksanakan.
Terdapat cerita nyata
pada suatu perumahan dimana beberapa ibu rumah tangga terjerat hutang dengan rentenir
yang memberikan pinjaman uang dengan bunga yang mencekik. Ternyata para
rentenir terebut adalah ibu-ibu yang terlibat aktif dalam pengajian pekanan.
Kisah ini menunjukkan bahwa kegiatan pengajian rutin yang dilaksanakan tidak
memberikan dampak positif pada aktifitas muamalah yang dilakukan.
Keutamaan seseorang
bukan didasarkan pada banyaknya ilmu, hafalan atau amalan, akan tetapi dilihat
dari benar dan dalamnya pemahaman terhadap agama Islam secara menyeluruh. Oleh
sebab itu, Rasulullah SAW pernah bersabda,
“Satu
orang faqih itu lebih berat bagi setan daripada seribu ahli ibadah.” (HR.
Tirmidzi).
Sahabat Umar bin
Khathab ra juga pernah berkata, “Kematian seribu ahli ibadah yang selalu
sholat di waktu malam dan berpuasa di siang hari itu lebih ringan daripada
kematian orang cerdas yang mengetahui halhal yang dihalalkan dan diharamkan
oleh Allah.”
Bagusnya pemahaman
terhadap agama mengalahkan faktor yang lainnya. Sebagai contoh, khalifah Umar
bin Khathab ra pernah mengangkat sahabat Ibnu Abbas ra yang pada saat itu masih
berusia 15 tahun untuk menjadi anggota majelis syuro. Umar bin Khathab ra
menjulukinya sebagai “pemuda tua” karena ketinggian pemahamannya pada usia yang
sangat muda.
Oleh karena itu
berusahalah kita mendapatkan pemahaman yang benar terhadap Islam yaitu
pemahaman yang jernih, murni, integral dan universal. Hal ini akan
menyelamatkan kehidupan kita di dunia dan akhirat. Ibnul Qayyim pernah
berkata,“Benarnya kepahaman dan baiknya tujuan merupakan nikmat terbesar yang
Allah berikan kepada hamba-Nya. Tiada nikmat yang lebih utama setelah nikmat
Islam melebihi kedua nikmat tersebut. Karena nikmat itulah seseorang memahami
Islam dan komitmen pada Islam. Dengannya seorang hamba dapat terhindar dari
jalan orang-orang yang dimurkai, yaitu orang yang buruk tujuannya. Juga
terhindar dari jalan orang-orang yang sesat, yaitu orang yang buruk
pemahamannya, serta akan menjadi orang-orang yang baik tujuan dan
pemahamannya.”
Tugas
Ceramah 10
Penceramah :
Ust. Dwi Aziziyah
Hari, tanggal, pukul :
Jumat, 6 November 2015, 15.00 – 16.00 WIB
Tempat :
Masjid Baitul Hakiem
Kategori :
Liqo’
Tanda-Tanda
Hati Yang Mendapat Hidayah
Al Qur’an menggolongkan manusia menjadi dua golongan
besar, yaitu golongan Al Muhtadun (Orang
yang mendapat hidayah, QS. At-Taubah:18, QS. Az-Zumar:17-18) dan golongan
Ad Dhallun (orang yang sesat: QS. Al
An’am 6:117,82) atau juga disebut golongan Kafir dan golongan Mukmin (QS. At Taghaabun 64:2; QS Al-Maidah :44;
QS. Ibrahim :2-3; QS. Al-Muminun:1-11).
Kedua golongan manusia ini dijelaskan oleh Al Qur’an
dengan cara yang sangat terang, dan rinci, agar manusia dapat mengenalnya
sekaligus memilih mana yang disukainya sesuai dengan keimanan dan keilmuannya.
Disebutkan pula ciri-ciri dan karakter masing-masing.
Berikut ini, ciri dan tanda orang-orang yang mendapat
hidayah Allah Subhannahu wa Ta'ala:
1.
Al Muhtadun ialah:
Orang yang hatinya bersih/bercahaya.
Orang yang hatinya bersih/bercahaya.
Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam
membacakan ayat berikut:
“Maka Apakah orang-orang yang dibukakan
Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari
Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang
besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka
itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Az Zumar, 39:22).
Maka ,kami (para sahabat) berkata: Wahai Rasulullah!
Bagaimanakah caranya mengetahui hati dilapangkan atau dibuka oleh Allah? Beliau
menjawab: “Bila hati seseorang sudah masuk kedalamnya Nur (cahaya Iman) maka
dia akan menjadi lapang dan terbuka.” Mereka (para Sahabat) bertanya: “Apakah
tandanya hati yang terbuka dan lapang itu ya Rasulullah.” Beliau menjawab:
“Fokus (pusat) perhatiannya sangat kuat terhadap
kehidupan yang kekal dan abadi di akhirat, dan tumbuh kesadaran yang tinggi
terhadap tipu daya kehidupan dunia yang sekarang ini, lalu dia berkerja keras
mempersiapkan bekalan menghadapi mati sebelum datangnya mati itu.” (HR. Ibnu
jarir)
“Yang paling cerdas dan paling pintar ialah
orang yang palinng banyak mengingat mati, yang paling banyak menyiapkan bekal
untuk menghadapi kematian. Mereka pulang (ke akhirat) dengan ketinggian dunia
dan kemualiaan akhirat.” (HR. Tahbrany dengan sanad yang hasan)
Orang yang paling banyak mengingat mati itulah yang
dianggap oleh Rasulullah sebagai orang yang paling pintar dan cerdas karena
orang yang paling banyak mengingat mati itulah yang paling lengkap bekal untuk
mati, sehingga dialah orang yang mendapat kemuliaan di dunia dan kehormatan di
akhirat nanti. Dan Allah Subhannahu
wa Ta'ala berfirman:
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan
memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk
agama) Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya (orang itu
sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah),
niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang
mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak
beriman.” (QS Al An’am 6:125)
2.
Orang yang selalu
mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah saw
“Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang
kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu
sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang
kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan, dengan kitab Itulah
Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan,
dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap
gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki
mereka ke jalan yang lurus.” (QS. Al Ma’idah, 5:15-16)
3.
Orang yang hidupnya
mengikuti system hidup Islam saja
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini)
adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari
jalan-Nya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al
An’am, 6:153)
4.
Orang yang tidak
mengikuti system Thaghut
“Dan orang-orang yang menjauhi Thaghut
(yaitu) tidak menyembah- nya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita
gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku, yang mendengarkan
Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka Itulah
orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang
mempunyai akal.” (QS. Az Zumar, 39:17-18)
Dan firman Allah Subhannahu wa Ta'ala lagi:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut itu”, Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh
Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya.
Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An Nahl, 16:36)
5.
Orang yang tidak
mencampur-baurkan yang Haq dan yang batil.
“Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang
mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. Al An’am, 6:82)
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak
dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu
mengetahui.” (QS. Al Baqarah, 2:42)
Al Mujrimun adalah orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya dan mengikuti tradisi Kafir Jahiliyah.
“Dan Barangsiapa yang menentang Rasul
sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa’, 4:115)
“Dan apabila dikatakan kepada mereka:
“Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi
Kami hanya mengikuti apa yang telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang
kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu
tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”. (QS. Al Baqarah,
2:170)
“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah
mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. mereka menjawab:
“Cukuplah untuk Kami apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami mengerjakannya”. dan
Apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?.” (QS.
Al Ma’idah, 5:104)
“Dan apabila dikatakan kepada mereka:
“Ikutilah apa yang diturunkan Allah”. mereka menjawab: “(Tidak), tapi Kami
(hanya) mengikuti apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami mengerjakannya”. dan
Apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru
mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?” (QS. Lukman, 31:21)
0 komentar:
Posting Komentar